KONSEPS TENTANG SDM
Perubahan konsepsi tentang sumber daya manusia atau pandangan terhadap pekerja dalam kerangka hubungan kerja pada organisasi.
Pekerja dianggap sebagai Barang Dagangan. Sekitar pertengahan abad ke
19 berkembang anggapan bahwa manusia kerja atau pekerja dianggap
sebagai barang dagangan. Pekerja diperlakukan sebagai salah satu faktor
produksi yang dapat diperjualbelikan untuk dijadikan alat produksi.
Anggapan ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain pekerja tidak
mungkin menjual daya atau tenaganya. Bahkan dalam pemanfaatan SDM ini,
pekerja harus tunduk kepada beberapa hal yang ada diluar dirinya,
seperti disiplin dan kekuasaan majikannya, pegawai lain, penggunaan dan
pengembangan pegawai, yang diarahkan untuk tercapainya tujuan
organisasi.
- Pekerja dianggap sebagai SDM.
Adanya anggapan bahwa sering terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan
sumber daya manusia atau pekerja. Keadaan ini berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan dari organisasi, dan juga penghasilan pekerja itu
sendiri. Selain pemborosan, juga faktor-faktor yang berkaitan dengan
kelalaian pekerja, misalnya terjadi kecelakaan serta biaya pengembangan
kemampuan atau kompensasi SDM. Semuanya merupakan biaya yang harus
diperhitungan dalam menghitung biaya produksi. Biaya tersebut sering
disebut sebagai biaya sosial yang harus ditanggung bersama-sama oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, seperti masyarakat, pemilik usaha dan
pekerja sendiri. Biaya sosial ini kadang-kadang dapat melebihi biaya
produksi.
- Pekerja dianggap sebagai Mesin.
Pada akhir abad 19 dan permulaan abad ke-20, dengan munculnya konsep
manajemen ilmiah (Scientific Management), antara lain proses manajemen
lebih mengutamakan produktivitas pekerja. Manajemen mengutamakan pada
pengukuran kerja dan kualitas kerja, analisa pekerjaan sampai kepada
hal-hal yang sangat detail dalam pekerjaan. Pada situasi ini, pimpinan
menempatkan pekerja tak ubahnya sebagai mesin, karena pekerjaan yang
bersifat rutin, dan pekerjaan rutin pada prinsipnya dapat dikerjakan
oleh mesin. Konsepsi SDM yang demikian tidak ubahnya menganggap bahwa
pekerja itu sama dengan barang dagangan. Karena SDM dianggap seperti
mesin, maka penggunaan pekerja tersebut diusahakan sama seperti mesin
dengan mengutamakan produktivitasnya tanpa memandang segi-segi
kemanusiaan seperti; pikiran, perasaan, dan tata nilai manusia lainnya.
- Pekerja dianggap sebagai Manusia.
Sebagai reaksi terhadap pandangan yang menganggap dan memperlakukan
manusia kerja sebagai mesin atau alat yang tidak manusiawi, maka muncul
pandangan yang cenderung kadang-kadang terlalu manusiawi. Teori Y dari
McGregor mempunyai relevansi tinggi dengan pandangan yang berwatak
manusiawi. Dalam hal tertentu pandangan ini memang dapat berhasil yaitu
bilamana kualifikasi pekerjanya sudah cukup tinggi, namun akan gagal
bilamana manusianya dipandang dan diperlakukan secara manusiawi itu
tanpa kendali sama sekali. Selanjutnya muncul gerakan hubungan manusia
(human relations movement) yang dipelopori oleh Elton Mayo, Dickton dan
sebagainya. Kelompok ini memandang bahwa dalam manajemen tidak
semata-mata berdasar atas rasa kemanusiaan saja, tetapi secara ilmiah
dapat dilakukan observasi terhadap pekerja. Selain itu pekerja mempunyai
sistem saraf dan alat perasa lainnya sebagaimana manusia lainnya, dan
juga ingin menempati kedudukan sosial yang layak dalam masyarakat. Pada
tahapan ini, pandangan terhadap pekerja pada dasarnya ingin memanusiakan
manusia pekerja, dan disarankan suapaya pekerja diperlakukan yang wajar
dan manusiawi, dengan lebih memperhatikan perasaan-perasaan manusianya.
- Pekerja dianggap sebagai Partner
Sebagai kelanjutan konsepsi tentang pekerja yang harus dimanusiakan,
kemudian berkembang konsep partnership. Konsepsi ini pada prinsipnya
ingin menjembatani perbedaan atau pertentangan antara pemilik usaha
dengan pekerjanya. Disini ditekankan bahwa pemilik usaha tidak mungkin
menjalankan sendiri usahanya tanpa bantuan orang lain atau pekerja,
demikian pula sebaliknya pekerja tidak bisa melakukan kegiatan atau
pekerjaan bilamana tidak ada pemilik usaha. Untuk itu perlu adanya
kerjasama yang merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk terjadinya
partnership. Konsep partnership ini dikembangkan oleh Ouchi dengan Teori
Z yang saat ini banyak diterapkan pada manajemen Jepang. Secara
mendasar konsep ini ingin menerapkan, bahwa pekerja supaya tidak tunduk
sepenuhnya kepada kekuasaan manajemen yang absolut, akan tetapi
memandang pekerja sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari
manajemen itu sendiri. Pekerja mempunyai hak yang sama untuk berperan
aktif dalam mencapai tujuan organisasi, seperti halnya kelompok ahli dan
kelompok manajemen lain terlibat dalam pengambilan keputusan dan
menentukan kebijaksanaan penting organisasi. Karena itu konsep
partnership ini sering juga dinamakan ko-determinasi (co-determinas).
Posted in:
Materi Pembelajaran
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
0 komentar :
Posting Komentar